FORMULA TRIAL TABLET
III.1.1. Pengertian
Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara
kempa-cetak, berbentuk rata atau cembung rangkap, umumnya bulat, mengandung
satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan (Anief, 2000).
Pemberian obat yang paling sering digunakan adalah pemberian melalui mulut
(per-oral), dikarenakan cara ini sangat praktis, mudah, dan aman (Ansel, 1989).
Tablet merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan karena memiliki
beberapa keuntungan, yaitu mudah dalam penggunaannya meskipun pasien orang tua
dan anak-anak mengalami kesulitan dalam menelannya, bentuknya yang kompak dan
mudah dalam proses produksinya.
Tablet adalah bentuk sediaan farmasi
yang paling banyak dibuat atau diproduksi
karena memiliki banyak kelebihan dibandingkan dari bentuk sediaan lainnya, yaitu (Lachman, 2008; 645) :
a.
Tablet
merupakan bentuk sediaan yang utuh dan menawarkan kemampuan terbaik dari semua bentuk sediaan oral untuk
ketepatan ukuran serta variabilitas kandungan
yang paling rendah.
b.
Tablet
merupakan bentuk sediaan yang ongkos pembuatannya paling rendah.
c.
Tablet
merupakan bentuk sediaan oral yang paling ringan dan paling kompak.
d.
Tablet
merupakan bentuk sediaan oral yang paling mudah dan murah untuk dikemas serta dikirim.
e.
Pemberian
tanda pengental produk pada tablet paling mudah dan murah; tidak memerlukan langkah pekerjaan tambahan bila
menggunakan permukaan pencetak yang bermonogram atau berhiasan timbul.
III.1.2. Metode
Pembuatan Tablet
a.
Cetak
langsung
Tabletasi langsung (kompremasi
langsung) adalah pencetakan bahan obat
atau campuran bahan obat dengan bahan pembantu berbentuk serbuk tanpa
proses pengolahan awal. Oleh karena tabletasi
dinilai sangat memuaskan, dimana
kebutuhannya akan kerja rendah sehingga lebih ekonomis daripada
pencetakan granulat, maka metode ini
menjadi semakin menarik. Keuntungan utama dari
tabletasi langsung adalah bahwa bahan obat yang peka lembab dan panas,
yang stabilitasnya terganggu akibat
operasi granulasi, dapat dibuat menjadi tablet (R. Voigt, 1995; 168).
Adapun tahapan pembuatan tablet dengan
metode kempa langsung adalah sebagai berikut (Widodo, 2012; 71).
1)
Penggilingan
dari bahan obat dan bahan tambahan.
2)
Pencampuran
dari semua bahan.
3)
Lalu
pengempaan tablet.
b.
Granulasi kering atau prekompresi
Pada metode granulasi kering, granul
dibentuk oleh pelembapan atau penambahan bahan pengikat ke dalam campuran
serbuk obat tetapi dengan cara
memadatkan massa yang jumlahnya besar dari campuran serbuk, dan setelah
itu memecahkannya dan menjadikan
pecahan-pecahan ke dalam granul yang lebihkecil. Dengan metode ini, baik bahan
aktif maupun pengisi harus memiliki sifat kohesif supaya massa yang jumlahnya
besar dapat dibentuk. Metode ini khususnya untuk bahan-bahan yang tidak dapat
diolah dengan metode granulasi basah, karena kepekaannya terhadap uap air atau
karena untuk meringankannya diperlukan temperatur yang dinaikkan (Ansel, 2008;
269).
Pembuatan granul dengan cara kering dimana zat
berkhasiat, zat pengisi, zat penghancur, bila perlu zat pengikat dan zat
pelicin dicampur dan dibuat dengan cara kempa cetak menjadi tablet yang besar
(slugging), setelah itu tablet yang terjadi dipecah menjadi granul lalu diayak,
akhirnya dikempa cetak menjadi tablet yang dikehendaki dengan mesin tablet
(Anief, 2006; 211-212).
c.
Granulasi
basah
Tidak diragukan lagi bahwa metode
granulasi basah merupakan yang terluas
digunakan orang dalam memproduksi tablet kompresi. Metode ini merupakan metode
pembuatan yang paling banyak digunakan dalam memproduksi tablet kompresi. Metode ini dilakukan dengan mencampurkan zat
khasiat, zat pengisi dan zat penghancur hingga homogen, lalu dibasahi dengan
larutan pengikat, dan bila perlu ditambah zat pewarna. Selanjutnya, campuran
diayak menjadi granula, lalu dikeringkan
dalam lemari pengering pada suhu 40-50ºC (tidak lebih dari 60ºC). Setelah
kering, granula diayak lagi untuk memperoleh ukuran yang diperlukan, kemudian
ditambahkan bahan pelicin dan dicetak menjadi tablet dengan mesin tablet
(Hendra, 2012;).
III.2.
Trial
Trial merupakan salah satu kegiatan
percobaan pembuatan produk, baik dalam skala laboratorium maupun skala pilot
plant. Trial dilakukan untuk
mengetahui produk yang dihasilkan dari formula yang telah ditetapkan dan
menetapkan Standar Operational Procedur
(SOP) untuk processing (pembuatan produk) dan menentukan titik kendali kritis
atau Critical Control Point (CCP)
untuk mengantisipasi adanya kemungkinan kesalahan beserta bahayanya. Selain
itu, dengan melakukan trial dapat
diketahui kelebihan dan kelemahan dari
formula yang telah ditetapkan sehingga formula dapat direvisi kembali jika
produk masih belum sesuai harapan. sama halnya dengan formulasi, trial biasanya dilakukan lebih dari satu
kali sampai mendapatkan produk yang sesuai dengan konsep awal pembuatan produk.
Proses
trial dilakukan oleh departemen
penelitian dan pengembangan (Litbang). Litbang bertanggungjawab dalam
pengembangan obat baru. Formula obat dibuat oleh departemen penelitian dan
pengembangan (Litbang), formulasi dilakukan dengan cara studi literatur buku
dan jurnal untuk mengetahui sifat fisika kimia zat aktif yang ingin diformulasi
dan menentukan bahan tambahan yang cocok untuk zat aktif beserta cara pembuatan
trial tersebut. Biasanya dalam satu
zat aktif dibuatkan 2 atau 3 formulasi trial
dengan jumlah dan bahan tambahan berbeda. Dalam penentuan bahan tambahan juga
disesuaikan dengan bentuk sediian produk yang ingin di trial, misalnya bentuk sediaan padat (tablet, kapsul, pil dll),
bentuk sediaan semisolid (krim, pasta, salep dll) dan bentuk sediaan cair
(sirup, suspensi, lotio dll).
Bagian
Litbang harus menggambarkan pengetahuan bahwa jenis bentuk sediaan yang dipilih
dan formulasi yang diusulkan sesuai untuk penggunaan yang dimaksudkan. Bagian
ini memasukkan informasi-informasi tentang
pengembangan
produk obat yang akan di trial. Tabel
ringkasan trial minimal berisi
tentang zat aktif obat, eksipien, bahan kemas beserta proses manufakturnya.
Hal-hal yang harus diketahui oleh
Litbang sebelum melakukan trial formula
adalah sebagai berikut :
1.
Komponen
dari produk obat : (a) informasi zat aktif seperti sifat fisikokimia dan
biologis dari zat obat yang bisa mempengaruhi kinerja produk obat dan
manufakturnya. (b) informasi eksipien yang dipilh, konsentrasi, kompatibilitas
dan karakteristik yang bisa berpengaruh pada mutu obat.
2.
Produk
obat : (a) pengembangan formulasi (b) overage, kelebihan zat obat (c) sifat
fisikokimia dan biologi
3.
Pengembangan
proses manufaktur : dimaksudkan untuk batch produksi, untuk menentukan Critical Control Point (CCP), validasi
proses dan verifikasi proses berkelanjutan
4.
Sistem
kemasan : pemilihan bahan kemas, perlindungan dari kelembaban dan cahaya,
kompatibilitas dan keamanan bahan
5.
Mikrobiologis
: dasar dalam melakukan uji batas mikroba untuk produk obat steril, pemilihan
dan efektivitas pengawet dalam produk, dan untuk produk steril perlu mengetahui
pengaruh kemasan dalam mencegah kontaminasi mikroba
6.
Kompatibilitas
: misalnya kesesuaian produk obat dengan pelarut rekonstitusi, dan suhu
penyimpanan yang direkomendasikan.
Secara umum,
tujuan dilakukan trial adalah :
1.
Untuk
menentukan formula yang cocok dan baik untuk dijadikan produksi
2.
Untuk
pengembangan obat lama, misalnya zat aktif diganti dengan harga yang lebih
murah
3.
Menentukan
CCP untuk mengantisipasi adanya kesalahan selama produksi
4.
Menentukan
proses manufaktur
5.
Kontrol
manufaktur
Proses trial dimulai dengan melakukan trial
metode analisis dengan tujuan agar hasil trial
formulasi dapat dievaluasi menggunakan metode analisis yang tepat. Kemudian, trial dilakukan dalam 4 tahap, dimana
setiap tahap akan berurut semakin meningkat hingga bisa dijadikan produk
produksi. Jika terjadi kesalahan ataupun penyimpangan dari hasil pengujian pada
tahap atas, maka proses akan kembali lagi ke tahap awal trial.
Adapun empat tahap trial tersebut adalah sebagai berikut :
1)
Skala
lab
Trial formulasi
dimulai dari trial skala lab, dimana
batas maximum jumlah sediaan yang dapat dibuat adalah : (1) sirup dan suspensi
sebanyak 250 mL, (2) tablet dan kaplet 1,0 kg,
(3) kapsul 1,5 kg, (4) serta untuk sediaan semipadat 100 g. Pada tahap
ini, seluruh proses penimbangan, pengolahan hingga filling dilakukan di laboratorium litbang. kecuali proses
pencetakan dan pengisian sediaan padat dilakukan di ruang produksi dengan
pengawasan staff litbang.
Pada sediaan kapsul/tablet setelah
mixing sebelum pencetakan, dilakukan Uji distribusi partikel menggunakan ukuran
mesh nomor 40,80,100 dan
200 kemudian uji laju alir dan tapped density
untuk mendapatkan hasil kompresibilitas. Setelah dicetak di produksi kemudian
dilakukan cek IPC tablet (bobot, kekerasan, tebal, waktu hancur), IPC sirup (pH,
BJ dan viskositas) dan salep (uji kehalusan partikel di tangan). Setelah itu,
dilakukan evaluasi terhadap sediaan obat hasil trial skala lab berupa uji stabilitas dengan kondisi ekstrim (stressed test) yakni pada suhu 70ºC
selama 21 hari. Hasil evaluasi ini akan dibandingkan dengan produk
innovator/kompetitor, dan jika hasil evaluasi bagus, maka akan digunakan
sebagai formula untuk dilanjutkan ke tahap trial
scale-up.
2)
Scale
up
Pada
trial scale-up, total jumlah produk yang dibuat adalah 10 kali dari jumlah
produk yang dibuat pada trial skala
laboratorium. Trial scale-up
dikhususkan untuk sediaan cairan oral, sebelum dilanjutkan ke skala pilot (80
liter), trial scale-up dilakukan
dengan volume sebesar 10 liter. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi
kegagalan proses yang mungkin terjadi. Proses penimbangan, pengolahan hingga
pengisian dilakukan di ruang produksi didampingi oleh staff bagian litbang.
Pada proses ini dilakukan dokumentasi dalam bentuk pembuatan batch record. Selama proses trial berlangsung, dilakukan pengujian In Process Control (IPC) oleh bagian Pengawasan Mutu didampingi oleh staf bagian
litbang. Jika hasil pengujian baik, maka dilanjutkan ke trial skala pilot. Produk yang dihasilkan pada tahap ini tidak
boleh dijual.
3)
Trial pilot scale
Total
jumlah produk yang dibuat adalah 1/3
dari skala produksi (biasanya sediaan sirup dan sirup sebanyak 80 liter dan
sediaan kapsul/tablet sebanyak 20 kg). Seluruh proses penimbangan hingga
pengisian dilakukan di ruang produksi dengan pengawasan oleh staff litbang. Produk yang diperoleh
dari tahap ini kemudian di validasi (minimal 2 bets berturut-turut) dan di uji IPC oleh bagian QC didampingi oleh staff
bagian litbang. Selain itu, hasil trial
skala pilot juga di uji stabilitasnya dengan menggunakan climatic chamber. Uji stabilitas yang dilakukan adalah uji
stabilitas dipercepat dan uji stabilitas real
time. Produk yang dihasilkan pada tahap ini tidak boleh di reproses dan tidak
untuk dijual, juga diperlukan sebagai persyaratan registrasi, salah satunya
adalah untuk mendapatkan Nomor Izin Edar (NIE) dari produk baru. Apabila hasil
uji baik dan produk telah memiliki NIE, maka akan dilakukan pembuatan obat
skala produksi.
4)
Trial produksi
Pada tahap
produksi, 3 bets produk diawal proses produksi diawasi oleh litbang dan
hasilnya digunakan untuk validasi proses produksi. Validasi ini dilakukan oleh
Pemastian Mutu dengan pengawasan litbang. Produk yang dihasilkan pada tahap ini
sudah dapat dijual.
III.3.
Evaluasi Granul
Evaluasi
granul perlu dilakukan karena sifat-sifat dari granul yang dihasilkan akan
menentukan kualitas tablet yang dicetak, evaluasi itu meliputi :
a.
Ukuran
dan bentuk partikel
Ukuran partikel granul dapat mempengaruhi
berat rata-rata tablet, variasi berat tablet, waktu hancur, kerenyahan granul,
daya mengalir granul serta kinetika kecepatan pengeringan dari granulasi basah
(Lachman, 2008;).
b.
Sifat
aliran
Sifat-sifat mengalir suatu bahan
dihasilkan dari banyak gaya. Partikel partikel padat akan saling tarik menarik,
dan gaya yang bekerja antara partikel bila mereka berhubungan terutama gaya
permukaan. Metode yang dapat digunakan untuk mengetahui sifat alir dari granul
yaitu sudut istirahat dan kecepatan aliran Menggunakan corong yang dipasang
pada statif yang diletakkan dengan ketinggian tertentu. Kemudian granul
dialirkan melalui corong dan ditampung pada
bagian bawahnya. Gundukan yang tertampung lalu diukur tinggi (dicatat sebagai
h) dan diameternya (dicatat sebagai d) (Lachman, 2008;).
c.
Bobot
jenis nyata,bobot jenis mampat dan porositas
Pengukuran Bj nyata dan Bj mampat berdasarkan
perbandingan bobot granul terhadap volume sebelum dan setelah dimampatkan.
Bobot jenis nyata merupakan bobot sampel dibagi dengan volume sampel, termasuk
didalamnya ruang antar partikel dan ruang intra partikel. Bobot mampat juga
merupakan ukuran yang digunakan untuk menyatakan segumpalan partikel atau
granul (Lachman, 2008;).
Porositas tablet dihasilkan dari
perbandingan bobot jenis nyata hasil cetakan terhadap bobot jenis sejati massa
tablet dalam bentuk kompak (R.Voight, 1995; ).
d.
Penetapan
bobot jenis (Bj) sejati
Bobot jenis sejati adalah berat jenis
sejati adalah perbandingan massa dengan volume bodi padat tanpa pori dan ruang
rongga dan merupakan suatu karakteristik bahan penting, yang digunakan untuk
pengujian identitas dan kemurnian. Penentuan bobot jenis sejati berlangsung
dengan piknometer. Untuk serbuk yang memiliki pori dan ruang rongga, maka bobot
jenis tidak lagi terdefenisi jelas, lebih banyak harus dibedakan antara bobot
jenis benar dengan bobot jenis nyata (R.Voight, 1995).
e.
Penentuan
Indeks Kompresibilitas
Indeks kompresibilitas dan rasio hausner
merupakan salah satu metode yang cepat dan popular untuk menentukan
karakteristik aliran serbuk. Indeks kompresibilitas dan rasio Hausner dapat
ditentukan denganpengukuran densitas bulk dan densitas mampat dari suatu
serbuk. Indeks kompresibilitas adalah nilai dari selisih antara densitas mampat
dengan densitas bulk dari suatu bahan dibagi dengan densitas mampat. Sedangkan
rasio hausner adalah perbandingan densitas mampat dan densitas bulk. Interaksi
antar partikel dapat diukur dengan penentuan indeks kompresibilitas. Pada
serbuk yang mudah mengalir, interaksi antar partikel tidak signifikan sehingga
nilai indeks kompresibilitas akan semakin kecil. Rasio Hausner juga berkaitan
dengan indeks kompresibilitas, semakin baik aliran suatu serbuk semakin rendah
nilai rasio Hausner (United States Pharmacopeia 30th, 2007: ).
f.
Penetapan
LOD
Banyak
teknik yang dapat digunakan untuk mengetahui kandungan lembab dari granul atau
serbuk. Metode standart yang biasa digunakan adalah menggunakan oven pengering
dengan waktu pengeringan tertentu. Kandungan lembab bisa diukur dengan
kehilangan berat dengan adanya pengeringan menggunakan udara panas hingga
didapat berat konstan dari bahan yang dikeringkan. Kelembaban di dalam zat
padat dinyatakan berdasarkan berat basah atau berat kering. Berdasarkan berat
basah, kandungan air dari suatu bahan dihitung sebagai persen berat dari bahan
basah, sedangkan berdasarkan berat kering, air dinyatakan sebagai persen berat
dari bahan kering. Istilah susut pengeringan umumnya disebut LOD (loss on
drying), yaitu suatu pernyataan kadar kelembaban.(Siregar dan Wikarsa, 2010: ).
III.4.
Evaluasi Tablet
Untuk
memenuhi syarat-syarat baik syarat teknologi maupun syarat biologisnya maka
tablet yang dihasilkan harus dievaluasi terhadap beberapa teknik evaluasi
berikut ini.
a.
Bobot
rata-rata tablet
Sejumlah 20 tablet yang telah
dibersihkan dari debu ditimbang satu per satu, hitung bobot rata-ratanya maka
menurut Farmakope Indonesia menyatakan bahwa tidak lebih dari dua tablet
mempunyai penyimpangan yang lebih besar dari kolom A dan tidak boleh ada satu
tabletpun yang mempunyai penyimpangan lebih besar dari kolom B yang tertera
pada tabel berikut.
Bobot Tablet Penyimpangan
|
A
|
B
|
< 25 mg
|
15%
|
30%
|
26 mg – 150 mg
|
10%
|
20%
|
151 mg – 300 mg
|
7,5%
|
15%
|
> 300 mg
|
5%
|
10%
|
Tabel 4.
Persentase penyimpangan dari bobot tablet (Dirjen POM, 1979; ).
b.
Keseragaman
Ukuran
Ketebalan berhubungan dengan
kekerasan tablet. Selama percetakan, peruba
han ketebalan
merupakan indikasi adanya masalah pada aliran massa cetak atau pada pengisian granul ke dalam die. Alat
yang digunakan pada uji keseragaman ukuran adalah jangka sorong. Farmakope
Indonesia menyatakan bahwa kecuali dinyatakan lain, garis tengah tablet tidak
lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1
kali tebal tablet. Perbandingan ini ada kaitannya dengan penampilan yang
menarik sebagai hasil perkiraan bobot per tablet sesuai dengan jumlah bahan
obat yang dikandungnya (Dirjen POM, 1979; 7).
c.
Kekerasan
tablet
Kekerasan tablet
mencerminkan kekuatan tablet secara keseluruhan, diukur dengan cara memberi
tekanan terhadap diameter tablet. Alat untuk mengukur kekerasan yaitu Hardness
tester. Kekerasan merupakan parameter yang menggambarkan ketahanan tablet dalam
melawan tekanan mekanik seperti goncangan, benturan dan keretakan selama
pengemasan, penyimpanan, transportasi dan sampai ke tangan pengguna.
Peningkatan jumlah bahan pengikat akan meningkatkan kekerasan tablet meskipun
tekanan kompresinya sama (Lannie, 2013; 116-118).
d.
Kerapuhan
Tes kerapuhan
merupakan tes untuk menentukan kemampuan dan daya tahan tablet terhadap gesekan
dan goncangan selama prosesing, packing, transportasi sampai kepada konsumen.
Tes kerapuhan dinyatakan sebagai massa seluruh partikel, yang dilepaskan dari
tablet akibat adanya beban penguji mekanis. (R. Voigt, 1995; 223). Alat yang
digunakan pada uji kerapuhan adalah friablator tester. Kerapuhan di atas 1%
menunjukkan tablet yang rapuh dan dianggap kurang baik (Lachman, 1994: 654).
e.
Waktu
hancur tablet
Uji waktu hancur tidak menyatakan
bahwa sediaan atau bahan aktif terlarut sempurna. Sediaan yang tertinggal pada
kasa alat uji merupakan massa lunakyang tidak mempunyai inti yang jelas,
kecuali bagian dari penyalut dan cangkang Uji ini dimaksudkan untuk menetapkan
kesesuaian batas waktu hancur yang tertera dalam masing-masing monografi,
kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet atau kapsul digunakan sebagai
tablet isap atau dikunyah atau dirancang untuk pelepasan kandungan obat secara
bertahap dalam jangka waktu tertentu (Kemenkes RI,2014)
f.
Disolusi
Disolusi adalah suatu proses dimana
bahan padat melarut ditentukan oleh laju difusi satu lapisan yang sangat tipis
dari larutan jenuh yang terbentuk,
disekeliling bahan padat. Tujuan dari prinsip disolusi secara in vitro
yaitu: Untuk mengawasi keseragaman suatu produk sediaan obat dari “batch ke
batch”
Disolusi merupakan salah satu
pendekatan untuk meramalkan ketersediaan biologis obat dalam tubuh. Cara
pengukuran uji disolusi adalah sebagai berikut (Ansel, 2008;).
1)
Tablet
diletakkan dalam keranjang kawat yang dapat berputar dengan kecepatan 50, 100,
150 kali per menit.
2)
Keranjang
dimasukkan kedalam wadah yang berisi medium pada suhu 37°C
3)
Putar
keranjang dengan kecepatan 50 kali per menit
4)
Dalam
selang waktu tertentu cairan medium diambil dengan pipet melalui sampling part,
kemudian kedalam wadah ditambahkan larutan medium baru sebagai penggantian yang
telah diambil.
5)
Cairan
medium yang diambil dalam selang waktu tertentu ditentukan secara kuantitatif
jumlah bahan obat yang larut pada waktu-waktu tertentu.